Dr. W Suwito SH, MH: Regulasi Tata Kelola Industri Pers di Negara Lain
Bagian 22 dari Disertasi berjudul: Politik Hukum Pengelolaan Industri Pers Berbasis Keadilan Sosial, Studi Kasus Persaingan Pers Lokal dan Nasional di Pontianak
Berdasarkan hasil studi pustaka yang
dilakukan peneliti, diperoleh temuan bahwa di berbagai negara lain tata kelola
industri pers memang diatur dengan peraturan khusus. Pentingnya tata kelola
industri pers diatur secara khusus didassarkan pada beberapa alasan antara
lain: (1) industri pers bersifat
spesifik dan unik sehingga memiliki isu-isu atau masalah yang berbeda dengan
industri lain pada umumnya. Hal ini menyebabkan tata kelola industri pers harus
diatur tersendiri dengan suatu peraturan khusus; (2) Peran dan fungsi industri
pers sangat penting bagi terselenggaranya tatanan kehidupan bernegara dan
bermasyarakat yang demokratis sehingga pengelolaannya harus diatur agar tidak
merugikan masyarakat maupun komunitas industri pers itu sendiri; (3) pengaturan
tata kelola industri pers harus dilakukan sedemikian rupa tanpa mengorbankan
kemerdekaan dan independensi pers.
HasilTemuan studi pustaka yang
diperoleh peneliti pengenai pengaturan tata kelola industri pers di beberapa
negara lain adalah sebagai berikut:
a.
Inggris
Di Inggris, tata kelola industri
pers diatur oleh lembaga independen yang dinamakan Independen Press Standards
Organisastion (IPSO) yang dibentuk pada bulan Oktober tahun 2013. IPSO adalah
lembaga independen yang beranggotakan komunitas industri pers dan sumber
pendanaannya ditanggung oleh para anggota. IPSO memiliki kewenangan antara
lain: (1) membuat dan menetapkan
standarisasi dan/atau sertifikasi mengenai tata kelola industri pers;
(2) melaksanakan investigasi dan memberikan sanksi; (3) menerima dan menangani
keluhan konsumen. IPSo dibentuk dan diatur sendiri oleh komunitas industri pers
berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam Lord Justice Leveson, suatu
peraturan perundang-undangan di Inggris yang mengatur tentang pers. IPSO
dibentuk dalam kerangka paradigma Atur Diri Sendiri (Self Regulation).
b.
Irlandia
Di Irlandia terdapat suatu Komite
industri pers yang disebut Joint Industry Committe (JIC) yang berannggotakan asosiasi perusahaan
penerbitan pers, asosiasi agen/distributor, asosiasi pengecer surat kabar atau
majalah, asosiasi toko buku dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders).
Komite ini adalah lembaga independen yang : (1) membuat peraturan standar
tentang tata kelola industri pers yang disebut Code of Practice for The Press
Industry (COPPI); (2) mengawasi dan mengontrol pelaksanaan COPPI.
Hal-Hal yang diatur dalam COPPI
antara lain: (1) tata kelola distribusi dari penerbitan pers sampai ke
konsumen; (2) Kode Etik Editorial; (3) tata kelola pemasaran, (4) tata kelola
penerimaan dan penanganan keluhan konsumen; (5) tata kelola pemasokan (supply)
produk dan bahan baku.
Baca juga: Dr. W Suwito SH, MH: Konsep Politik Hukum Industri Pers Masa Depan
Berdasarkan dua contoh pengelolaan industri pers di atas
dapat disimpulkan bahwa industri pers di memang perlu diatur secara khusus
terpisah dari pengaturan jurnalistik. Pengaturan tata kelola di negara-negara
maju di Eropa, Amerika Serikat dan
Australia dilaksanakan berdasarkan prinsip “Atur Diri Sendiri (Self
Regulation)”. Indonesia tidak menganut prinsip Atur Diri Sendiri (Self
Regulation) tetapi menganut prinsip “Atur Bersama (Co-Regulation)”, yaitu
pemerintah dan komitas pers secara bersama-sama mengatur tata kelola kehidupan
pers. Dalam pengaturan mengenai pers sebagai produk jurnalistik, pemerintah
mengaturnya dengan membuat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU
Pers). Di dalam Pasal 15 UU Pers ditetapkan pembentukan Dewan Pers yang
berfungsi membina pers dan menegakkan Kode Etik Jurnalistik. Untuk segmen
kehidupan pers yang lain, pemerintah memberikan kebebasan kepada komunitas pers
untuk membentuk organisasi sendiri. Apabila komunitas pers perlu membentuk
lembaga yang mengatur tata kelola pelaksanaan kerja jurnalistik yang belum
diatur oleh undang-undang, maka hal itu diserahkan kepada komunitas pers untuk
mengaturnya. Sebagai contoh adalah dibentuknya Serikat Penerbit Surat Kabar
(SPS).