Dr. W Suwito SH, MH: Konsep Politik Hukum Industri Pers Masa Depan

Konsep Politik Hukum Industri Pers Masa Depan


Bagian 23 dari Disertasi berjudul: Politik Hukum Pengelolaan Industri Pers Berbasis Keadilan Sosial, Studi Kasus Persaingan Pers Lokal dan Nasional di Pontianak

Pokok-pokok pikiran yang dijadikan dasar pembuatan politik hukum pengelolaan industri pera antara lain adalah:

Pertama, pengaturan negara harus berpegang pada prinsip: (1) tidak mengganggu prinsip swa kelola dan swa kontrol yang sudah dinyatakan secara implisit di dalam UU Pers; (2) pengaturan tata kelola industri pers harus diselenggarakan oleh lembaga independen yang mengatur tetntang standarisasi praktik pengelolaan industri pers; (3) pembentukan lembaga independen yang menagtur tentang tata kelola industri pers harus ditetapkan melalui undang; (4) isi undang-undang harus mencakup antara lain: (i) merumuskan peraturan standar praktik pengelolaan industri pers (Code of Practice for the Press industry); (ii) kewenangan untuk membuat keputusan dan memberikan sanksi bagi yang melanggar peraturan; (iii) mewajibkan setiap pelaku industri pers (perusahaan pers, pekerja pers, wartawan, agen atau distributor) untuk menjadi anggota lembaga standarisasi yang dibentuk ini; (iv) sumber pendanaan lembaga standarisasi ini diperoleh iuran anggota.

Kedua, politik hukum pengelolaan industri pers harus berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial. Prinsip keadilan yang diberikan negara kepada warganya adalah keadilan distributif. Aristoteles (dikutip Keraf, 1996; Surbakti, 1993) berpendapat bahwa keadilan distributif berkaitan dengan distribusi fungsi-fungsi atau peran di antara anggota masyarakat. Banyak hal  bisa didistribusikan dalam  masyarakat, seperti jabatan, uang, atau kekayaan di antara anggotanya.    Secara konseptual keadilan distributif berkaitan dengan distribusi keadaan dan barang yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan individu.  Kesejahteraan yang dimaksudkan meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Tujuan distribusi di sini adalah kesejahteraan sehingga yang didistribusikan biasanya berhubungan dengan sumber daya, ganjaran, atau keuntungan. Meskipun demikian, distribusi yang dimaksudkanjuga meliputi ongkos atau biaya dan risiko. Sebagian orang berpendapat bahwa hukuman juga masuk dalam cakupan keadilan distributif karena tujuan  akhirnya adalah  kesejahteraan bersama. 

Menurut Lawrence Friedman , unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance mengenai norma, peraturan maupun undang-undang) dan budaya hukum (legal culture). Begitu pula politik hukum pengelolaan industri pers di Indonesia dalam pembentukannya memerlukan pertimbangan sebagaimana yang disebutkan oleh Lawrence Friedman yaitu : substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.

a.         Substansi Hukum

Substansi hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat unetuk mengatur hal-hal yang perlu diatur demi memenuhi kebutuhan hukum masyarakat Dalam konteks industri pers, komunitas pers dan masyarakat membutuhkan peraturan hukum yang secara khusus mengatur tentang tata kelola industri pers. Peraturan itu diwujudkan dalam bentuk undang-undang pengelolaan industri pers. Pada peraturan perundang-undangan sering diketemukan adanya sifat khusus, yang melahirkan dua makna, yaitu :

1)         Kekhususan dalam sistem pengaturan suatu materi hukum, karena dimuat dalam undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai materi tertentu. Kekhususan yang demikian ini disebut sebagai kekhususan secara sistemik atau sistematik. Makna sistemik ini adalah suatu undang-undang yang mengatur materi yang khusus karena titelnya memang khusus. Jadi hanya teknis legal drafting dan kaitannya dengan proses pembentukan sistem hukum.

2)         Ketentuan khusus yang dipergunakan untuk menghadapi situasi yang khusus, karena keadaan tersebut memerlukan tindakan yang khusus berupa penyimpangan dari kaidah umum. Tanpa ada penyimpangan tersebut problem hukum yang dihadapi tidak dapat diselesaikan secara tepat, benar dan adil.

Pembangunan politik hukum pengelolaan industri pers secara substansi harus memenuhi kebutuhan pengaturan pengelolaan kegiatan industri pers, sehingga substansi hukum yang dihasilkan akan membawa perubahan lebih baik pada pelaksanaan kegiatan industri pers di Indonesia yang pada akhirnya akan menciptakan keadilan sosial. Untuk mencegah hadirnya peraturan perundang-undang yang merugikan kepentingan masyarakat, proses pembentukan undang-undang ditata sedemikian rupa sehingga semua proses berlangsung dalam kerangka checks and balance.

b.         Struktur Hukum

Struktur hukum berkenaan dengan kelembagaan dari tata kelola industri pers Indonesia dari hukum yang dibuat oleh politik hukum yang mendasarinya. Dalam konsep politik hukum pengelolaan industri pers harus ditetapkan tentang keberadaan lembaga independen yang secara khusus melaksanakan standarisasi tata kelola industri pers. Lembaga Standarisasi Industri Pers tersebut harus diberi kewenangan yang ditetapkan melalui undang-undang pengelolaan industri pers untuk: (1) merumuskan peraturan tentang standarisasi industri pers; (2) mengeluarkan sertifikasi tentang tata kelola industri pers yang baik (Good Governance for The Press Industry); (3) Menilai, memutuskan dan memberi sanksi.

c.         Budaya Hukum

Budaya hukum adalah meliputi pandangan, kebiasaan maupun perilaku dari masyarakat maupun birokrat mengenai pemikiran nilai-nilai dan pengharapan dari sistem hukum yang berlaku, dengan perkataan lain, budaya hukum itu adalah iklim dari pemikiran sosial tentang bagaimana hukum itu diaplikasikan, dilanggar atau dilaksanakan. Budaya hukum pelaku industri pers dan komunitas industri perlu dibangun agar menghindari praktik-praktik tata kelola industri pers yang melawan hukum atau menyiasati peraturan perundang-undangan dengan memanfaatkan substansi yang belum ada aturannya atau yang belum diatur secara khusus.

Dimasukkannya dimensi budaya hukum sebagai subsistem dan pembangunan politik hukum pengelolaan industri pers Indonesia adalah :

a.         Pembangunan dan pengembangan budaya hukum diarahkan untuk membentuk sikap dan perilaku anggota masyarakat termasuk para penyelenggara Negara sesuai dengan nilai dan norma Pancasila agar budaya hukum lebih dihayati dalam kehidupan masyarakat, sehingga kesadaran, ketaatan serta kepatuhan hukum makin meningkat dan hak asasi manusia makin dihormati dan dijunjung tinggi.

b.         Kesadaran untuk makin menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagai pengamalan Pancasila dan UUD 1945 diarahkan pada pencerahan harkat dan martabat manusia serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

c.         Pembangunan dan pengembangan budaya hukum ditujukan untuk terciptanya ketenteraman serta ketertiban dan tegaknya hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam rangka menumbuhkan disiplin nasional.

d.         Kesadaran hukum penyelenggaraan Negara dan masyarakat perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus melalui pendidikan, penyuluhan, sosialisasi, keteladanan dan penegakan hukum untuk menghormati suatu bangsa yang berbudaya hukum.

Berbicara masalah budaya maka dalam politik hukum pengelolaan industri pers Indonesia terdapat dua budaya yang perlu diperhatikan yaitu : budaya pelaku industri pers dan komunitas pers yang perlu diarahkan menuju budaya tata kelola industri pers yang baik (good governance for the press industry)

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, konsep pembangunan politik hukum pengelolaan industri pers Indonesia dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :

KONSEP PEMBANGUNAN POLITIK HUKUM

URAIAN

1.    Dasar politik hukum Nasional

Pancasila dan UUD 1945

2.    Pendekatan politik hukum (instrumental) pengelolaan industri pers Indonesia

-  filosofis (berdasarkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum serta falsafah bangsa Indonesia)

-  yuridis (untuk mengatasi permasalahan hukum yang ada di sektor industri pers wilayah Indonesia)

-  sosiologis, (peraturan yang dibentuk berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat Indonesia)

3.    Tujuan politik hukum (instrumental) pengelolaan industri pers Indonesia

-  untuk mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan yang muaranya mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia

4.    Strategi dan arah pembangunan politik hukum (instrumental) pengelolaan industri pers Indonesia

-  ditinjau dari aspek struktur hukum (penataan kelembagaan institusi yang berwenang dalam pengelolaan  industri pers Indonesia terutama sektor industri pers).

-  ditinjau dari substansi hukum (penataan / unifikasi / harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan industri pers di Indonesia serta pengaturannya lebih memenuhi  aspirasi masyarakat.

-  ditinjau dari aspek kultur / budaya (peningkatan perbaikan pelayanan birokrat/aparat, partisipasi masyarakat Indonesia dalam pengelolaan industri pers dilandaskan kepada kebiasaan, pandangan, nilai-nilai masyarakat Indonesia).

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka politik hukum pengelolaan industri pers Indonesia yang bersifat instrumental harus memenuhi aspek-aspek politik hukum nasional yaitu Pancasila sebagai landasan politik hukum ideal yang terdiri dari lima sila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 pada Pasal 33 sebagai landasan politik hukum konstitusional, serta memenuhi aspek pendukung yaitu syarat-syarat pembentukan peraturan perundang-undangan yang memenuhi aspirasi masyrakat Indonesia sehingga dapat diwujudkan keadilan sosial bagi masyarakat. Politik hukum yang bersifat instrumental tersebut harus berbentuk undang-undang yang secara khusus mengatur tentang tata kelola industri pers.

Konsep teoritis politik hukum pengelolaan industi pers dapat diilustrasikan pada gambar berikut:

LihatTutupKomentar
Cancel

Note: Only a member of this blog may post a comment.