Dr. W Suwito SH, MH: Politik Hukum Nasional Sebagai Landasan Politik Hukum Pengelolaan Industri Pers
Bagian 11 dari Disertasi berjudul: Politik Hukum Pengelolaan Industri Pers Berbasis Keadilan Sosial, Studi Kasus Persaingan Pers Lokal dan Nasional di Pontianak
Istilah politik hukum bearasal dari
istilah hukum Belanda rechtspolitiek yang terdiri dari dua kata recht dan
politiek, dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai politik hukum.
Secara harfiah, politik hukum diartikan sebagai : "rangkaian konsep dan
asas yang menjadi garis dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum". Sampai saat ini belum ada kata sepakat tentang
hakikat politik hukum. Bahkan menurut Moh. Mahfud MD, membuat definisi tentang
"politik hukum" sama tidak sederhananya dengan membuat definisi
tentang "hukum" atau "sistem hukum". Artinya ia agak sulit
dirumuskan dalam satu rangkaian yang dapat memberikan pengertian yang utuh
tentang apa yang sebenarnya didefinisikan.
Selanjutnya, Moh. Mahfud MD berpendapat bahwa politik hukum itu adalah
arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan
hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan Negara. Dapat juga dikatakan
bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian
tujuan Negara.
Padmo Wahjno mendefinisikan politik
hukum sebagai: "kebijakan dasar yang akan menentukan arah, bentuk maupun
isi dari hukum yang akan dibentuk". Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa
politik hukum adalah "kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu". Dalam hal ini kebijakan
tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan
penegakaannya sendiri. Dengan demikian politik hukum berkaitan dengan
pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum yang berlaku di masa yang akan
datang. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa politik
hukum adalah:
"Kebijakan penyelenggara negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu".
Pemahaman mengenai makna politik
hukum dapat diperjelas melalui beberapa pertanyaan mendasar yang diajukan
Satjipto Rahardjo dalam mengkaji politik hukum, antara lain: 1) tujuan apa yang
hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada; 2) cara-cara apa dan yang mana,
yang dirasa paling baik untuk dipakai mencapai tujuan tersebut; 3) kapan
waktunya hukum itu perlu diubah dan melalui cara-cara bagaimana perubahan itu
sebaiknya dilakukan; dan 4) dapatkah dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan,
yang bisa membantu kita memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut secara baik.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut
merefleksikan suatu pemikiran bahwa politik hukum merupakan kebijakan dasar
penyelenggara negara, yang merupakan kristalisasi dari seperangkat konsep dan
asas yang mengacu pada nilai-nilai fundamental ideologi suatu bangsa, yang
dikonkritkan di dalam konstitusi, untuk menentukan arah, bentuk maupun isi
dari: 1) hukum yang akan dibentuk; 2) kriteria mengenai apa dan mengapa sesuatu
harus dibuatkan autran hukumnya; 3) bagaimana cara yang baik untuk membuat,
menerapkan, dan menegakkan aturan hukum yang dibuat; dan 4) kapan suatu aturan
hukum harus diubah (jika memang perlu diubah) serta bagaimana cara melakukan
perubahan itu dengan baik. Politik hukum diarahkan untuk mencapai tujuan
bersama suatu bangsa.
Politik hukum sangat berkaitan erat
dengan ideologi negara, sebagai dasar kebijakan lembaga negara, terkait dengan
tujuan umum suatu negara yang akan dicapai atau dicita-citakan. Jika arah
kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan arah nilai-nilai fundamental yang
terdapat di dalam ideologi dan konstitusi, maka arah tujuan negara tersebut
akan bias atau menyimpang, sehingga apa yang menjadi cita-cita bersama tidak
akan bisa tercapai. Nilai-nilai fundamental negara Indonesia yang dimaksud
adalah Pancasila, yakni sebagai ideologi, sebagai kesepakatan bersama dalam
berbangsa & bernegara. Maka politik hukum mengambil peran penting, sebagai
metode untuk mengatur strategi, agar segala pernyataan kehendak pemerintah,
perkembangan hukum yang akan dibangun, kebijakan pemerintah sebelum, sedang,
dan yang akan diberlakukan harus selaras dengan ideologi Pancasila itu.
Politik Hukum adalah semacam alat
atau sarana saja terhadap tujuan hukum yang dicita-citakan (ius constituedum)
tetapi didasarkan pada landasan hukum yang telah ada (ius constitutum), oleh
karena itu di Indonesia idealnya segala pembuatan peraturan perundangan mulai
dari Undang-Undang sampai dengan Peraturan Daerah, sesuai tata urutan
perundangan RI, UU No.12 tahun 2011, harus selaras sesuai dengan cita-cita
Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi politik
hukum sangat dipengaruhi oleh realita masyarakat, adat/kebiasaan masyarakat,
situasi politik nasional dan politik hukum internasional. Oleh karena itu agar
tujuan hukum tidak bias atau dikhawatirkan tidak akan tercapai tujuan yang
dicita-citakan, maka komitmen bersama sebagai satu kesatuan cara pandang atau
pola pikir bagi pihak pemangku kepentingan, memilih politik hukum yang cocok
untuk dipakai atau digunakan.
Menurut Mahfud MD, pemahaman
terhadap kerangka dasar politik hukum nasional sangat penting untuk mengetahui
bagaimana membuat hukum dan menjaganya melalui politik hukum. Jika hukum
diartikan sebagai "alat" untuk meraih cita-cita dan tujuan, maka
politik hukum diartikan sebagai arah yang harus ditempuh dalam pembuatan dan
penegakan hukum guna mencapai cita-cita dan tujuan bangsa. Dengan kata lain,
politik hukum adalah upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian cita-cita
dan tujuan. Berdasarkan arti yang demikian itu, maka politik hukum nasional
harus berpijak pada kerangka dasar sebagai berikut.
Politik hukum nasional harus selalu
mengarah pada cita-cita bangsa yakni masyarakat yangg adil dan
makmurberdasarkan Pancasila.
Politik hukum nasional harus
ditujukan untuk mencapai tujuan negara, yakni sebagai berikut:
a.
Melindungi
segenap bangsa dan selurahtumpahdarah Indonesia.
b.
Memajukan
kesejahteraan umum.
c.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa.
d.
Melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Politik hukum nasional harus dipandu
oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, yaknisebagai berikut:
a.
Berbasis
moral dan agama.
b.
Menghargai
dan melindungi hak-hak asasi manusia tanpa diskriminasi.
c.
Mempersatukan
seluruh unsur bangsa dengan semua ikatan primordialnya.
d.
Meletakkan
kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat.
e.
Membangun
keadilan sosial.
Jika dikaitkan dengan cita hukum
negara Indonesia, maka politik hukum Pers harus mengandung tujuan-tujuan
sebagai berikut.
a.
Melindungi
semua unsur bangsa demi integrasi atau keutuhan bangsa yang mencakup ideeologi
dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia terhadap potensi ancaman desintegrasi
yang ditimbulkan oleh konflik-konflik horisontal maupun vertikal sebagai akibat
pemberitaan pers/Pers khususnya pemberitaan penegakan hukum dan HAM.
b.
Mewujudkan
keadilan sosial dalam penyelenggaraan pers nasional dan pemberitaan pers/Pers
pada umumnya dan pemberitaan penegakan hukum dan HAM pada khususnya.
c.
Mewujudkan
demokrasi (kedaulatan rakyat), demokratisasi dan nomokrasi (kedaulatan
hukum) dalam pemberitaan pers/Pers pada
umumnya dan pemberitaan penegakan hukum dan HAM pada khususnya.
d.
Menciptakan
toleransi hidup bermasyarakat, beragama dan bernegara berdasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Untuk meraih cita dan mencapai
tujuan dengan landasan dan panduan tersebut, maka sistem hukum nasional yang
harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila, yakni sistem hukum yang mengambil
dan memadukan berbagai nilai kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan ke
dalam satu ikatan hukum prismatik dengan mengambil unsur-unsur, baiknya. Sistem
hukum demikian, minimal, mempertemukan unsur-unsur baik dari tiga sistem nilai
dan meletakkannya dalam hubungan keseimbangan, yakni: 1) keseimbangan antara
individualisme dan kolektivisme; 2) keseimbangan antara rechtsstaat dan the
rule of law; 3) keseimbangan antara fungsi hukum sebagai alat untuk memajukan
dan hukum sebagai cermin nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat; 4)
keseimbangan antara negara agama dan negara sekuler (teo-demokratis) atau
religius nation state.