Globalisasi adalah kecenderungan
umum terintegrasinya kehidupan masyarakat lokal ke dalam komunitas global di
setiap aspek kehidupannya. Dalam
perspektif ekonomi politik globalisasi dimaknai sebagai suatu proses
pengintegrasian ekonomi dan politik nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem
ekonomi dan politik global dengan desain ideologi neo-liberal dan
kapitalisme. Prinsip neo liberalisme
adalah kebebasan dari kontrol negara terhadap kepentingan privat yang
diaktualisasikan melalui “pasar bebas”. Negara diharapkan hanya berperan pada
sektor publik yang tidak bisa dikerjakan oleh swasta, misalnya pertahanan
keamanan, jaminan sosial pada masyarakat miskin dan sebagainya. Pasar bebas
dijadikan fondasi bagi pemilik modal (kapital) untuk mengakumulasikan
keuntungan dan mengontrol konsumen.
Kepentingan ekonomi kaum kapitalis
ini kemudian dijadikan isu global yang melintasi batas-batas geografis dan
administatrif antar negara yang kemudian dikenal dengan istilah “kapitalisme
global”. Strategi untuk mewujudkan kapitalisme global adalah mengintegrasikan
struktur ekonomi nasional bangsa-bangsa dengan struktur ekonomi negara-negara
kapitalis. Peran lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF,
Consultative Group for Indonesia (CGI) adalah memberi bantuan ekonomi agar
negara sasaran dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sehingga mempunyai daya beli
sebagai konsumen. Supaya strategi tersebut dapat berjalan, maka diperlukan
penyesuaian struktur ekonomi negara penerima bantuan agar sesuai dengan
struktur ekonomi negara donor (liberal kapitalistik).
Penyesuaian struktural tersebut dilakukan
melalui formulasi produk hukum yang mendukung ekonomi pasar bebas. Pada titik
inilah ekonomi politik media berpengaruh terhadap politik hukum pers di
Indonesia. Dalam struktur ekonomi pasar, proteksi dan subsidi adalah
faktor-faktor yang mengganggu keseimbangan struktur pasar sehingga harus
dihindari sampai seminimal mungkin. Kontrol negara donor kepada Indonesia pasca
krisis moneter 1998 yang dilanjutkan di era reformasi diwujudkan berupa tekanan
untuk menghapus subsidi di berbagai sektor, deregulasi perbankan dan
privatisasi BUMN,.
Jejak pengaruh liberalisme dan
kapitalisme global pers dapat dilihat apabila membandingkan politik hukum pers
orde lama dan orde baru dengan politik hukum pers reformasi, sebagaimana yang
disajikan pada tabel 3.1. Pada era orde
lama dan orde baru, secara struktural pers masih bersifat sebagai lembaga
politik dan sosial, tetapi di era reformasi pers bersifat sebagai lembaga
politik, sosial dan ekonomi.
Perubahan karakteristik pers ini
dituangkan dalam Pasal 3 ayat (2) UU Pers No. 40/1999 bahwa “ Disamping fungsi-fungsi
tersebut pada ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi”.
Selanjutnya dapat dilihat pula pada Pasal-Pasal berikut ini:
Pasal 10 UU Pers No. 40/1999
“Perusahaan pers memberikan
kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta
bentuk kesejahteraan lainnya”.
Mengubah sifat lembaga pers menjadi
korporasi industri pers dengan tujuan agar lebih akomodatif terhadap pasar
bebas.
Pasal 11 UU Pers No. 40/1999
“Penambahan modal asing pada
perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pers No. 40/1999”
Memberi peluang kepada modal asing
(kapitalisme global) untuk masuk ke dalam industri pers nasional
Pasal 16 UU pers No. 40/1999
“Peredaran pers asing dan pendirian
perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Memberi peluang kepada pers asing
yang padat modal dan berteknologi tinggi untuk masuk ke dalam industri pers
nasional. Kondisi ini merupakan bentuk ketidakadilan struktural yang bersumber
dari ekonomi politik yang beorientasi pada mekanisme pasar bebas. Mekanisme
pasar bebas yang tumbuh pada masyarakat Eropa tidak dirancang untuk mencapai
keadilan, melainkan diciptakan agar diperoleh manfaat ekonomi sebesar-besarnya
melalui akumulasi modal (ekonomi kapitalis-liberal). Tekanan kapitalisme global
dan liberalisasi telah menampakkan efeknya pada kehidupan pers atau media
nasional yang direncanakan secara sistematis (by design) melalui “penyesuaian
struktural (structural adjustment).
Hal itu merupakan bukti bahwa
politik hukum pers lokal adalah bagian integral dari jejaring kerja kapitalisme
global. Dalam situasi pasar bebas semacam itu , pers lokal tidak akan mampu
bertahan dan terancam tutup apabila tidak ada intervensi berupa keberpihakan
dari pemerintah terhadap kehidupan pers lokal.
Apabila dibandingkan, maka pengaturan undang-undang di era orde lama
terhadap kehidupan pers nasional adalah jauh lebih adil daripada saat ini. Di
era orde lama pers mendapat bantuan kredit modal dan subsidi kertas, tetapi
pengaturan hukum terhadap pers melalui UU Pers No. 40/1999 adalah tidak
berkeadilan, karena membiarkan pers lokal bersaing dengan pers nasional dan
pers asing dii pasar bebas tanpa intervensi keberpihakan seperti pada era orde
lama. Situasi ini akan mendorong pers lokal melakukan pelanggaran etika dan
penyimpangan perilaku dalam menjalankan profesinya.