Dr. W Suwito SH, MH: Indonesia Negara Hukum Yang Demokratis
Bagian 13 Dari Disertasi berjudul: Politik Hukum Pengelolaan Industri Pers Berbasis Keadilan Sosial, Studi Kasus Persaingan Pers Lokal dan Nasional di Pontianak
Pada Amandemen ke-empat pada UUD 1945
tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya
tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat
(3) yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Pemikiran
konseptual yang terkandung dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut adalah,
bahwa dalam kehidupan bernegara di Indonesia maka yang harus dijadikan landasan
normatif adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi. Bangsa Indonesia telah
menetapkan pilihannya mengenai tujuan bersama yang hendak dicapai dalam
menyelenggarakan kehidupan bernegara, yaitu “Indonesia sebagai negara hukum”,
dalam arti bahwa pemerintah sebagai pemegang kedaulatan rakyat, harus
berlandaskan pada hukum sebagai suatu sistem yang mengatur penyelenggaraan
kekuasaan negara.
Gagasan Negara Hukum dibangun dengan
mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional
dan berkeadilan, yang dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra
struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta
dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, harus
dibangun suatu sistem hukum yang meliputi : pembuatan peraturan hukum (law making),
struktur hukum , dan kultur hukum yang sejalan dengan kebijakan dasar negara di
bidang hukum (politik hukum), disertai dengan upaya penegakan hukum (law
enforcement sebagaimana mestinya, yang dimulai dengan konstitusi sebagai hukum
yang paling tinggi kedudukannya. Untuk menjamin tegaknya konstitusi itu sebagai
hukum dasar yang berkedudukan tertinggi (the supreme law of the land), dibentuk
pula sebuah Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai ‘the guardian’ dan
sekaligus sebagai ‘the ultimate interpreter of the constitution’.
Menurut Julius Stahl, konsep Negara
Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen
penting, yaitu:
a. Perlindungan
hak asasi manusia.
b. Pembagian
kekuasaan.
c. Pemerintahan
berdasarkan undang-undang.
d. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan
adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan
istilah “The Rule of Law”, yaitu:
a. Supremacy
of Law.
b. Equality
before the law.
c. Due Process of Law.
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang
dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan
dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk
menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The
International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah
lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and
impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak
diperlukan dalam setiap negara demokrasi.
Prinsip-prinsip yang dianggap ciri
penting Negara Hukum menurut “The International Commission of Jurists” itu
adalah:
a. Negara
harus tunduk pada hukum.
b. Pemerintah
menghormati hak-hak individu.
c. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Utrecht membedakan antara Negara
Hukum Formil atau Negara Hukum Klasik, dan Negara Hukum Materiel atau Negara
HukumModern. Negara Hukum Formil
menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti
peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum
Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya.
Karena itu, Wolfgang Friedman dalam bukunya ‘Law in a Changing Society’
membedakan antara ‘rule of law’dalam arti formil yaitu dalam arti ‘organized
public power’, dan ‘ rule of law’dalam arti materiel yaitu ‘the rule of just
law’.
Pembedaan ini dimaksudkan untuk
menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta
akan terwujud secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum
itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat
pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum materiel. Jika hukum dipahami secara
kaku dan sempit dalam arti peraturan perundang-undangan semata, niscaya
pengertian negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas
serta belum tentu menjamin keadilan substantif. Karena itu, di samping istilah
‘the rule of law’ oleh Friedman juga dikembangikan istilah ‘the rule of just
law’untuk memastikan bahwa dalam pengertian kita tentang ‘the rule of law’
tercakup pengertian keadilan yang lebih esensiel daripada sekedar memfungsikan
peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Jika istilah yang digunakan
tetap ‘the rule of law’, maka diharapkan bahwa pengertian yang bersifat luas
itulah yang dipakai dalam memahami konsep negara hukum modern.
Pada sistem konstitusi Negara
Indonesia, cita Negara Hukum itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
perkembangan gagasan kenegaraan Indonesia sejak kemerdekaan. Meskipun dalam
pasal-pasal UUD 1945 sebelum amandemen, ide Negara hukum itu tidak dirumuskan
secara eksplisit, tetapi dalam Penjelasan ditegaskan bahwa Indonesia menganut
ide ‘rechtsstaat’, bukan ‘machtsstaat’. Amandemen ketiga tahun 2001 terhadap
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan kembali ketentuan mengenai
ide negara hukum tersebut dicantumkan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang
berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Oleh karena itu, menjadi
jelas bahwa cita negara hukum yang mengandung 13 ciri seperti yang telah
dipaparkan di atas, merupakan tujuan bersama yang hendak dicapai oleh bangsa
Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara. Ke-13 pokok pikiran
tersebut merupakan kebijakan dasar negara di bidang hukum atau politik hukum
negara Indonesia yang akan dijadikan dasar dalam membentuk sistem hukum di
Indonesia dalam rangka mewujudkan tercapainya keadilan sosial.