DARURAT

Ilustrasi

 

Oleh: Anna Lisa Pramajanti

 

Mendung masih bergelayut di atas kota. Hujan gerimis di Gajah Mada, kering di Purnama. Menyisakan lembab di udara. Eka adik iparku memarkir kendaraan yang kutumpangi di garasi belakang rumah.

Sepintas kulihat dua gelas berisi kopi. Keduanya bekas diminum. Salah satu gelas hanya menyisakan ampas seperti lumpur hitam di dasarnya. Di sampingnya masih ada dua gelas kosong berjejer dengan pitcher berisi air putih.

Seingatku Aleng, si tukang, izin tak masuk hari ini. Ia mengantar anaknya berobat ke rumah sakit.

"Siapa yang nukang hari ini, Miih?" tanyaku pada ibuku.

Ia tak segera menyahut. Telunjuk tangannya sedang mengarahkan Leni. Lantai ubin samping tangga disodok-sodok tongkat pel. Dengan patuh gadis berseragam putih babysitter itu mengikuti instruksi ibu.

"Akhim tukang kaca. Lagi pasang kaca di jendela ruang cuci,"

"Kan sudah ada kacanya?!"

"Suamimu yang suruh ganti. Batalkan saja, ya? Ini sudah kaca yang kedua..."

Dari ruang kantor suamiku, muncul Akhim. Tubuhnya tipis dan potongan rambutnya a la Vanness Wu, anggota boyband F4 asal Taiwan. Bersamanya seorang pria tambun berkulit coklat gelap. Mungkin asistennya. Mereka membawa sepotong kaca 8 mm kebiru-biruan. Kaca itu tingginya separuh orang dewasa dengan lebar sebahu. Di tengah-tengah kaca terdapat alat yang berfungsi menahan kaca, gagang stainless steel berkaki empat berupa lempengan karet kedap udara. Mereka memegang gagang bersamaan, sedangkan tangan lainnya meraih bibir-bibir kaca. Mirip cecak kembar siam nempel di jendela.

Ibu memberi isyarat agar aku ikut ke kamarnya.

Rupanya tadi kaca sudah sempat dipasang. Saat Akhim menekuk bingkai aluminum jendela, kaca terlepas, terjun bebas mencium bordes, anak tangga dan railing besi.

"Praannnng Bruuuk....Cesss...."

Menggelegar.

Serpihannya sampai Iantai dasar.

"Amah, Ammaaa...h!!” lolong Akhim,

"Tanganku luka, Maah!"

Meski belum pulih dari rasa kagetnya, ibu tergopoh-gopoh memetik 3 lembar daun cocor bebek dari kebun belakang rumah. Dicuci,ditumbuk,dan ditempelkannya pada luka memanjang yang cukup dalam di tangan kanan pemuda itu.

"Tadi tak ada perban."

"Lalu?"

"Ya, kubalut saja dengan potongan softexmu..."

LihatTutupKomentar
Cancel

Note: Only a member of this blog may post a comment.