Tamu Penting ke Kantor
Tawanya renyah. Senyumnya mengembang tak putus-putusnya
sejak dari Bandara Supadio Pontianak. Tampangnya mirip gambar Kolonel Harland
Sanders yang menjadi logo Kentucky Fried Chicken (KFC). Sepintas, niscaya anda
akan tertipu oleh rambut saljunya. Kacamatanya nyaris sama. Yang membedakan,
dia tak punya jenggot ekor tupai seperti Sanders.
”Kenalkan, ini bos KFC,” seloroh W. Suwito. Suwito cuma
mengenakan T-sirt dan celana pendek. Kontras dengan penampilan sehari-harinya
yang selalu mengenakan jas.
Suwito adalah Direktur Utama Harian Borneo Tribune. Dia juga
pengacara sukses di Kalimantan Barat.
Tawa pria yang dipanggilnya boss CFC itu pun pecah. Tubuhnya
terguncang-guncang saat keluar dari Mercy warna silver yang mengantarkanya ke
halaman kantor W.Suwito SH & Associates di bilangan Purnama, Pontianak
Selatan. Hari itu kantor sedang libur, karena Hari Minggu.
”Nama saya Augustinus Aryawan,” katanya saat kami berjabat
tangan. Senyumnya tak pernah padam.
”He..he.., memang orginal Kolonel Sanders, tapi ini versi
Asia,” kata saya ikut berseloroh.
Kolega dan teman-temannya memanggilnya Agus saja. Saya hanya
pernah melihat fotonya sekali di www.singkawang.us, bersama Hasan Karman dan
Prayogo Pangestu. Hasan Karman adalah Walikota Singkawang sekarang.
Sama seperti Prayogo dan Karman, Agus juga berasal dari
Singkawang.
Dia pengusaha sukses yang sudah lama menetap di Jakarta.
Ayah dan neneknya dulu tewas dibantai Jepang di Mandor. Di foto itu dia tampak
sangat akrab dengan Prayogo dan Karman. Belakangan saya baru tahu kalau Agus
adalah salah satu penasihat Prayogo Pangestu, boss Barito Group di masa
jayanya.
“Tapi sekarang saya sudah pensiun,” katanya.
Kali ini ia datang bersama Fuidy Luckman dan Sudjanto
Sudiana. Fuidy adalah Komisaris Utama Borneo Tribune dan pengusaha sukses di
Jakarta. Perusahaannya tersebar hingga ke sejumlah daerah di Indonesia. Dari
sampit, Pangkalan Bun, Balikpapan hingga Ternate. Sedangkan Sudjanto adalah
Advokad sukses di Jakarta. Seperti Agus dan Fuidy Sudjanto juga orang
Singkawang, sebuah kota bersejarah di pantai Utara Kalimantan Barat. Jaraknya
hanya sekitar 145 Km dari Ibu Kota Provinsi. Kotanya indah dikelilingi bukit.
Orang-orang kerap menyebutnya kota Amoy atau kota Seribu Vihara. Meski banyak
juga suku lain, tapi menurut data statistik pemerintah kota, 42 persen
penduduknya warga Tionghoa.
Pensiunnya seorang bussinesman, tentulah beda dengan pegawai
negeri. Agus bahkan kini lebih banyak waktu untuk menikmati perjalanan dan
aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Di Permasis Agus menjadi
Ketua Dewan Pembina. Permasis adalah singkatan dari Perkumpulan Masyarakat
Singkawang dan Sekitarnya. Lembaga ini didirikan orang-orang Singbebas
(Singkawang, Bengkayang dan Sambas) perantauan di Jakarta. Lewat Permasis para
anggota saling mengenal, berkomunikasi, merekatkan persaudaraan dan mengadakan
kegiatan sosial lainnya. Sekretariatnya di Puri Delta Mas Blok D 1-3 Jl
Bandengan Selatan Jakarta Utara.
Agus sendiri sudah sejak tahun 1961 di Jakarta. Tetapi dia
tak pernah lupa pada Singkwang. Karena kecintanya pada tanah kelahiran, tahun
1987 silam dia minta Prayogo Pangestu membangun sekolah di sana. Buahnya adalah
sekolah Barito, salah satu sekolah yang tersohor di Singkawang. Agus mengurus
semua keperluan sekolah itu.
Kedatangannya kali ini pun untuk menghadiri rapat pengurus
sekolah tersebut, sekaligus bernostal gia.
”Dulu saya sekolah di Handel Sschool, Pontianak”.
”Sekolah itu milik bruder, tak jauh dari Gereja Katedral
Pontianak”.
Mata sang kakek berbinar-benar saat mengenang masa lalu.
Tahun 60-an Agus bekerja di Central Trading Company Pontianak. Belakangan
perusahaan itu berubah nama menjadi Panca Niaga. Dia juga pernah bekerja pada
Oie Tiong Ham Consern. Oie Tiong Ham adalah pendiri perusahaan multinasional
pertama di Asia Tenggara dan orang terkaya pada zamannya. Pemimpin masyarakat
Tionghoa di Semarang ini pernah dijuluki Raja Gula Asia.
Ayahnya, Oei Tjie-sien peletak dasar imperium Oei Tiong Ham.
Di Semarang mula-ula ia membuka usaha dupa dan gambir. Kekayaannya betepek-tepek,
bahkan jauh sebelum Liem Sio Liong menjadi konglomerat.
Nah, Saat Agus bercerita, Suwito menghilang ke dalam rumah.
Beberapa menit kemudian nongol lagi dengan kopi panas dan sepiring pisang rebus
di tangan. Aroma kopi mengepul ke udara, memenuhi ruangan kantornya. Kantor ini
baru saja diresmikan 14 hari lalu, tepatnya 7 Setember 2008.
Agus, Fuidy Luckman dan Sudjanto duduk mengitari meja bulat
di sudut ruangan. Semuanya tersenyum sumringah menikmati sarapan yang
disediakan tuan rumah.
”Pak Agus ini hobinya makan,” celoteh Fuidy lagi. Dia
mengudap sebiji pisang nipah yang masih mengepulkan asap.
”Ya, walau sudah berumur 76 tahun saya tak ada pantangan
makan”.
”Kalau ikut orang muda, jiwa menjadi muda juga,” tambah Agus
lagi.
Jam menunjukkan pukul 09.00 WIB.
”Generasi muda harus bersatu dan tidak terpecah belah.”
Untuk pengusaha dari kawasan Singbebas dia mengimbau agar
turut bergabung dalam Permasis.
Kalimantan barat adalah provinsi yang sepanjang sejarah,
rakyatnya sering berkelahi. Jadi meski terdengar klasik, imbauan Agus adalah
hujah yang tepat.
Walau bermur 76 tahun, tapi bagi Agus hidup tak ubahnya
tamasya waktu yang menyenangkan. Senyum dan sorot matanya menembus rayban
jendela mobil mewah itu. Rambut saljunya melambai-lambai diterpa angin
September.
Usai sarapan, ketiganya bertolak ke Singkawang. Agus
mengangkat pantat menuju Mercy. Senyumnya bertenaga dan menularkan semangat.
Agus memang bukan Kolonel Saders si raja ayam goreng, bukan
pula Oei Tiong Ham si Raja Gula, tapi ada hal yang sama pada mereka. Yaitu
semangat dan teladan sukses. (Posted by harian Borneo Tribune on September 21,
2008)