KATA-KATA DAPAT MENGUBAH DUNIA
Oleh: W Suwito
Mengubah dunia dengan kata seperti judul di atas? Why not?
Sebab WS Rendra, si Presiden Sastra Indonesia, si burung merak pun berkata,
“Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi
cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!”
Rendra mengucapkan kalimat puitis itu dalam banyak pidato
kebudayaannya. Rendra juga mengutipkan kalimat tersebut dalam kompilasi lagu
bersama Iwan Fals kolaborasi Kantata Takwa sebuah grup musik dapukan Setiawan
Djodi. “Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!”
Kata-kata puitis dinyanyikan dengan indah. Nyawanya merasuk
ke jiwa atau sukma kita.
Dengarkanlah lirik lagu Ebiet G Ade yang naturalis itu?
Betapa menggugahnya. Dengarkanlah lagu-lagu Franky Sahilatua, Nugy. Semua
mengalunkan kata-kata bijak pengubah mindset seseorang dari lemah menjadi
tegar, dari lesu menjadi penuh gairah ilmiah.
Kata-kata Bung Karno sang proklamator menggugah dan membakar
semangat kita. Semangat nasionalisme yang telah menyatukan gugusan beribu pulau
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat mengesankan. (Tergantung
kita saat ini, bisakah dengan kata-kata mengubah Indonesia, sekaligus mengubah
dunia?)
Di Kalbar pun terdapat putra-putri terbaik yang dengan kata
bisa mengubah dunia. Dari masa raja di raja hingga siswa-siswi mutakhir saat
ini.
Lihatlah pahatan karya Sultan Hamid II yang menggambar
Burung Garuda. Di kaki si lambang negara itu tercengkeram tiga kata: Bhinneka
Tunggal Ika. Sebuah rangkaian kata dahsyat bagi Indonesia yang multi etnis,
multi agama. Berbeda-beda tetapi tetap satu juga.
Tiga kata itu digali dari akar budaya bangsa. Sudah tertuang
lewat rangkaian kata-kata Sotasoma dan Negara Kertagama. Hasil karya tulis yang
merangkai kata-kata.
Kata bisa mengubah dunia adalah fenomena dahsyat. Kata-kata
yang setiap hari bisa kita produksi baik lewat lisan, tulisan, bahkan lukisan.
Kata, hanyalah susunan huruf-huruf untuk bisa dibaca. Kata
adalah satuan intonasi yang bisa didengar. Kata adalah empat huruf yang bisa
menjadi tata kalimat yang panjang, yang bisa mengurai konsep menjadi kenyataan.
Bisa mengubah kebiadaban menjadi peradaban.
Tapi apalah arti kata tanpa mampu dibaca? Apa pula arti kata
jika tak punya jiwa?
Kemampuan membaca dan menjadikannya kenyataan adalah
aplikasi dari manusia seutuhnya yang kita cari-cari saat ini. Kita rindu akan
figur orang-orang yang pandai menulis, memproduksi kata-kata, tapi juga pintar
menerapkannya menjadi kenyataan. Sehingga dengan demikian tidak termasuk angin
pukul angin sehingga kita yang membaca atau mendengarkannya pun mual akibat
masuk angin.
Kita tak juga mau dibuai kata-kata, sehingga menjadi taklid
buta. Kita ingin kata mutiara sekalipun menjadi kenyataan. Karena di kenyataanlah
kita berpijak, bukannya mimpi-mimpi yang utopis.
Sebuah papan reklame besar dengan wajah politisi memesankan:
dunia tidak berubah hanya dengan kata-kata, tetapi siapa yang mampu
menjadikannya realita. Politisi itu benar. Kata-katanya benar. Perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata. Sampai-sampai saya pun sudah kehabisan kosa kata
untuk terus merangkai kata.
Terlebih saat mata saya tertuju pada papan reklame lain dengan kata-kata, “Talk less, do more.” Sedikit bicara, banyak bekerja. Tapi, bukankah empat kata itu pun kata-kata pula?